EUDR: Ancaman Baru Bagi Ekspor Sawit Indonesia ke Eropa?
Bberita.com - Komisi Uni Eropa (UE) telah mengesahkan peraturan EU Deforestation-Free Regulation (EUDR) yang dinilai dapat merugikan komoditas perkebunan dan kehutanan di Indonesia, termasuk kelapa sawit (CPO). Peraturan ini dianggap sebagai tantangan besar bagi Indonesia, terutama dalam sektor ekspor.
Peneliti Finlandia, Senior Research Fellow dari University of Turku, Erja Kettunen-Matilainen, mengungkapkan bahwa masih banyak pihak, terutama di tingkat akar rumput, yang belum memahami regulasi ini secara mendalam. "Indonesia adalah negara yang sangat besar, dengan banyak wilayah yang berbeda. Jadi, apa yang kami temukan adalah bahwa informasi tentang EUDR ini belum sampai ke semua tempat," ungkap Erja kepada CNBC Indonesia, Rabu (31/7/2024).
Erja menambahkan, "Orang-orang di kementerian dan pemerintah sangat mengetahui EUDR, tetapi semakin dekat Anda dengan akar rumput, semakin sedikit informasi yang tersedia. Jadi, tentu saja, ini menjadi sangat menantang."
Munculnya EUDR tidak lepas dari dominannya ekspor sawit Indonesia di Eropa. Namun, komoditas sawit memiliki tantangan yang kompleks, mulai dari perubahan iklim hingga pemanasan global, serta kondisi iklim ekstrem seperti kekeringan dan banjir.
"Ini sangat ekstrem, dan terkait dengan perubahan iklim. Kami juga menghadapi masalah lain, seperti penggundulan hutan dan keanekaragaman hayati, yang semuanya bertujuan untuk menjaga planet ini. Jadi, saya melihat ini sebagai salah satu upaya UE untuk menangani isu-isu tersebut," jelas Erja.
Dampak dari EUDR ini dapat mempengaruhi devisa negara serta menyulitkan petani kecil untuk menyalurkan tandan buah segar (TBS) sawit. "Saya juga melihat dampaknya terhadap perdagangan dan mitra dagang, serta masalah terkait proses yang cepat, yang menciptakan banyak kesulitan bagi produsen, terutama petani kecil," ujar Erja.
Sebagai informasi, Komisi Uni Eropa pada 6 Desember 2022 menyetujui Undang-Undang produk bebas deforestasi atau EUDR. Setelah diadaptasi dan diimplementasikan, undang-undang ini akan memutus rantai pasok yang masuk ke kawasan tersebut dari produk-produk yang dianggap menyumbang deforestasi dan degradasi lahan.
Dengan kebijakan baru ini, setiap perusahaan yang memasok minyak sawit, sapi, kedelai, kakao, kayu, dan karet, serta produk turunannya seperti cokelat, daging sapi, dan furniture, harus memenuhi standar ketat UE. Indonesia, sebagai pemasok minyak sawit terbesar di dunia dan produsen kakao, kayu, dan karet, harus siap menghadapi tantangan ini.